Fomo vs Jomo. Belajar Berani Untuk Kehilangan



Di saat orang lain berani antre dan mengeluarkan uang banyak untuk sebuah koleksi tas terbaru, apakah kita harus melakukan hal yang sama?

FOMO yang Melelahkan

Kita hidup di era perkembangan teknologi dan internet yang sudah berkembang dengan pesat. Akses internet yang tidak pernah terputus, yang memungkinkan kita selalu terhubung dengan informasi dunia luar selama 24/7, hal ini yang membuat banyaknya tekanan sosial yang kita terima atau bahkan sulit untuk kita bendung. Tekanan sosial yang ada di masyarakat memang seringkali erat kaitannya dengan rasa ingin selalu tahu, rasa harus memiliki, tak jarang sampai rasa takut akan kehilangan atau ketertinggalan. Inilah yang orang biasa menyebutnya dengan FOMO (Fear of Missing Out).

FOMO merupakan ketakutan seseorang akan kehilangan momen penting atau kesempatan-kesempatan baru. FOMO terkadang muncul ketika kita melihat seseorang melakukan hal-hal baru di sosial media, lalu timbul perasaan yang muncul dalam diri kita ketika kita tidak melakukan hal yang sama seperti rasa kecemasan, stress, atau bahkan rendah diri. Seperti yang dikutip dari Psychology Today, tanpa kita sadari ada tekanan dari masyarakat yang digabungkan dengan rasa takut ketinggalan, sebetulnya hanya akan dapat melemahkan kita dan dapat mengurangi kebahagiaan yang sudah kita miliki sebelumnya.

Dikutip dari The Singapore Women’s Weekly, Asisten Profesor Darlene McLaughlin, seorang psikiater di Texas A&M Health Science Center College of Medicine mengatakan bahwa, seseorang yang FOMO biasanya mereka hanya melihat ke luar bukan ke dalam. Artinya, seseorang akan terlalu terpaku pada “yang lain” atau “yang lebih baik”, hal itulah yang akan menghilangkan jati diri kita yang sebenarnya.

Menerapkan JOMO dan Berani Untuk Kehilangan

Dikutip dari Psychology Today, JOMO (Joy of Missing Out) merupakan lawan dari FOMO yang menggambarkan kecerdasan secara emosional. Pada dasarnya, JOMO hadir untuk menjadikan kita merasa puas dengan keadaan hidup yang saat ini sedang dijalani. Dalam definisi lain, JOMO merupakan seni menemukan bahagia meski memilih untuk melewatkan atau kehilangan sesuatu. JOMO ini menggambarkan tentang sebuah nikmat kesendirian, memprioritaskan apa yang benar-benar berarti, dan melepaskan diri dari tekanan sosial yang ada di masyarakat untuk “harus selalu ada”.

Berdasarkan yang dikutip dari The Singapore Women’s Weekly, Dr Sharp mengatakan JOMO adalah cara kita melihat sesuatu sebagai pilihan atas apa yang ingin kita ikuti, bukannya kehilangan sesuatu. Artinya, ketika kita memilih untuk fokus pada hal penting dan menikmati hal baik di dalamnya, itu lebih baik daripada mencoba untuk menikmati semuanya. Ini juga tentang bagaimana kita dapat menikmati kualitas hidup emosional yang lebih baik, tanpa adanya tekanan yang diberikan pada diri sendiri untuk melakukan banyak hal.

Ada beberapa manfaat jika kita menerapkan JOMO dalam kehidupan dan memutuskan berani untuk kehilangan, salah satunya adalah kreativitas. Masih dikutip dari The Singapore Women’s Weekly, para peneliti di Universitas Nasional Australia menemukan bahwa ketika kita merasa bosan, kita cenderung akan memanfaatkan sisi kreatif yang kita punya. Hal ini biasanya terjadi ketika mungkin karena pikiran kita memiliki lebih banyak waktu untuk menyendiri dan merenung. Selain itu, berani melepas bukan berarti menyerah, tetapi memilih fokus pada apa yang penting. Lalu, bagaimana caranya untuk menemukan kebahagiaan (FOMO) meskipun berani untuk kehilangan (JOMO)?

1. Kenali Pemicu FOMO
Apakah kamu sering merasa tertinggal setelah melihat atau menemukan informasi baru di sosial media? Jika iya, mungkin itu adalah waktu di mana kamu harus memberi jeda sesaat. Kurangi interaksi dengan sosial media dengan memberi batasan penggunaan gadget.

2. Belajar Berani Bilang “Tidak”

Ketahui dan pahamilah bahwa kita tidak harus mengikuti atau berkontribusi dalam setiap tren yang ada. Belajar berani bilang “tidak” dengan percaya diri, tanpa adanya rasa bersalah. Karena ini adalah salah satu cara agar kita bisa menilai mana yang hanya kita mau dan mana yang benar-benar kita butuhkan.



3. Nikmati Momen Kecil

Terkadang terlalu melihat aktivitas yang orang lain jalankan, membuat kita melewatkan kebahagiaan yang tersembunyi dibalik aktivitas sederhana yang kita lakukan. Seperti hari libur cukup bersantai di rumah dan menikmati teh hangat di pagi hari atau dengan bersantai sambil bermain game.

4. Buat Daftar Prioritas Hidup
Tidak semua yang orang lain lakukan kita juga harus ikut lakukan. Lakukan apa yang menurut kita benar-benar penting, mungkin seperti kesehatan? Waktu dengan keluarga? Fokus pada hal-hal itu.

5. Bersyukur Lebih Banyak
Hidup kita tidak akan pernah puas, jika tolak ukur kebahagiaan kita adalah hidup orang lain” Latih diri kita untuk selalu menghargai dan merasa cukup atas apa yang sudah kita miliki. Rasa syukur adalah obat yang ampuh untuk melawan rasa “kurang”

Untuk itu, mari kita mulai tanamkan pada diri kita masing-masing bahwa hidup tidak harus selalu tentang berlari mengejar sesuatu. Terkadang, kebahagiaan justru dapat kita temukan saat kita berhenti sesaat untuk menikmati momen yang kita punya dan berkata “Ini sudah lebih dari cukup untuk diriku”. FOMO mungkin membuat kita merasa tertinggal atau kehilangan, tetapi ada JOMO yang selalu mengajarkan kita bahwa merasa tertinggal atau kehilangan sesuatu itu tidak selalu buruk.

Komentar

Postingan Populer